Tidak semua standar akuntansi bersifat mutlak dan absolut. Maksudnya untuk satu transaksi tertentu mungkin terdapat beberapa pilihan atau alternatif perlakuan akuntansi. Prinsip utama dalam akuntansi adalah konsistensi. Artinya perusahaan seharusnya melakukan kebijakan akuntansi yang dipilihnya secara konsisten. Hanya saja konsisten dalam akuntansi juga tidak bersifat mutlak.

Yang diperbolehkan menurut PSAK 25 Reformat 2007 adalah perubahan yang memang diatur dalam standar dan perubahan dirasa dapat membantu meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan lebih mencerminkan keadaan perusahaan. Perubahan yang melanggar prinsip konsistensi tersebut seharusnya dilakukan secara wajar. Misalnya perubahan yang dilakukan tiap periode bukanlah termasuk perubahan yang bersifat wajar.

Perubahan dalam perlakuan akuntansi tersebut harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Bentuk pelaporan dalam laporan keuangan tersebut ada beberapa cara. Ada perubahan yang harus diikuti dengan pembuatan jurnal sehingga akan mempengaruhi posisi keuangan maupun kinerja perusahaan. Ada juga perubahan yang cukup dilaporkan melalui pengungkapan di dalam catatan atas laporan keuangan.

Menurut Skousen, Stice, Stice dalam bukunya Intermediate Accounting, perubahan-perubahan dalam akuntansi secara umum terbagi atas tiga jenis perubahan. Perubahan-perubahan tersebut adalah:

  1. Perubahan dalam estimasi

Di dalam akuntansi yang bersifat akrual dikenal adanya estimasi atau perkiraan. Estimasi terutama dilakukan untuk item-item yang tidak dapat diketahui secara pasti. Estimasi bersifat arbitrer tetapi juga harus memenuhi unsur kewajaran. Contoh estimasi dalam akuntansi adalah estimasi terhadap nilai sisa dan masa manfaat dari penggunaan aset tetap.

  1. Perubahan dalam prinsip/kebijakan akuntansi

Untuk perlakuan akuntansi yang sifatnya bisa memilih, misalnya metode depresiasi, pengakuan kontrak jangka panjang, akuntansi persediaan, terdapat beberapa pilihan metode yang digunakan. Perusahaan harus memilih satu metode yang akan ia gunakan secara konsisten dalam perlakuan akuntansi untuk bisnisnya. Hanya saja sangat mungkin perusahaan ingin mengganti metode yang ia pilih dengan metode lain. Contohnya adalah perubahan metode depresiasi dari garis lurus menjadi jumlah angka tahun, atau perubahan pencatatn persedian dari LIFO menjadi FIFO

  1. Perubahan entitas pelaporan

Hal ini dapat terjadi misalnya ketika terjadi transaksi pengambilalihan perusahaan. dalam transaksi tersebut bisa terjadi perubahan entitas perusahaan dan perlu dilakuakn juga perubahan dari sisi akuntansinya.

Penggunaan model revaluasian untuk perlakuan akuntansi aset tetap terutama dalam hal pengukuran setelah tanggal perolehan diatur dalam PSAK 16 yang terakhir kali direvisi pada tahun 2007. Standar tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008. Artinya baru setelah tanggal tersebut kita akan menemukan perusahaan yang menggunakan model revaluasi dalam mencatat aset tetapnya di Indonesia.

Adanya PSAK 16 revisi tahun 2007 dapat mendorong perubahan juga dalam pencatatan aset tetap. Sebelum adanya PSAK 16 revisi tahun 2007 semua perusahaan di Indonesia tentunya memakai model biaya sebagai dasar untuk melakukan pencatatan akuntansi atas aset tetapnya. Perubahan pencatatan akuntansi untuk aset tetap dari model biaya ke model revaluasi termasuk ke dalam perubahan yang disebabkan adanya standar yang baru. Maksudnya standar yang berlaku sebelumnya, yaitu PSAK 16 revisi 1994, tidak memperbolehkan adanya revaluasi sedangkan standar yang baru, yaitu PSAK 16 revisi 2007, memperbolehkan adanya model revaluasi.

Di dalam PSAK 16 sendiri telah disebutkan mengenai aturan tentang perubahan model ini. Paragraf 43 PSAK 16 revisi 2007 menyebutkan

“Jika entitas mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasi dalam pengukuran aset tetap, maka perubahan tersebut berlaku prospektif”.

Sedangkan paragraf 44 menyatakan

“Paragraf 43 juga berlaku untuk ketentuan transisi”

Hal tersebut berarti perubahan dalam pengukuran aset tetap setelah adanya PSAK 16 revisi 2007 adalah perubahan yang bersifat prospektif. Secara sederhana perubahan yang bersifat prospektif adalah perubahan yang terjadi tersebut tidak berpengaruh terhadap transaksi masa lalu. Perubahan akibat transaksi tersebut hanya berpengaruh pada periode-periode dan transaksi-transaksi yang terjadi setelah perubahan tersebut. Sedangkan dalam paragraf 48 PSAK 25 Reformat 2007 dikatakan

“Perubahan kebijakan akuntansi harus diterapkan secara prospektif jika jumlah penyesuaian terhadap saldo laba awal periode (retained earnings) yang dijelaskan dalam paragraf 45 tidak dapat ditentukan secara wajar”

Paragraf 45 PSAK Reformat 2007 yang dimaksud dalam paragraf 48 tersebut berbunyi

“Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus diterapkan secara retrospektif dengan melaporkan jumlah setiap penyesuaian yang terjadi yang berhubungan dengan periode sebelumnya sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode (retained earnings), kecuali jika jumlah tersebut tidak dapat ditentukan secara wajar. Informasi komparatif harus dinyatakan kembali, kecuali jika untuk menyatakannya dianggap tidak praktis”.

Intinya adalah sebuah perubahan kebijakan akuntansi akan dianggap bersifat retrospektif jika penyesuaian terhadap saldo laba akibat perubahan tersebut dapat ditentukan secara wajar. Tetapi jika penyesuaian terhadap saldo laba akibat perubahan tersebut tidak dapat ditentukan secara wajar, perubahan tersebut bersifat prospektif.

Dalam kaitannya dengan perubahan metode pencatatan aset tetap dari model biaya ke model revaluasian, perubahan tersebut disebut dengan peubahan yang bersifat propektif. Hal tersebut sesuai dengan kenyataannya. Yaitu alangkah tidak praktisnya untuk mencari data-data mengenai harga pasar wajar dari aset tetap pada tiap-tiap akhir periode sebelum tanggal dilakukannya revaluasi.

Prospektif dalam hal ini diartikan yaitu pada saat penetapan perubahan model yang digunakan untuk akuntansi aset tetap, dalam hal ini dari model biaya ke model revaluasi, maka nilai buku tercatat dari aset dianggap sebagai harga perolehan untuk metode revaluasi. Nilai buku tercatat berarti nilai perolehan total dari aset dikurangi dengan akumulasi depresiasi dan akumulasi penurunan nilai sampai tanggal penetapan perubahan tersebut. Selanjutnya nilai yang telah ditetapkan sebagai nilai perolehan dengan metode revaluasi tersebut akan dibawa ke periode berikutnya.

Dalam hal perubahan metode pencatatan oleh perusahaan yang sebelumnya pernah melakukan revaluasi aset tetap ketika masih menggunakan model biaya dan masih memiliki sisa saldo selisih nilai revaluasi, perusahaan tersebut terlebih dahulu harus menutup saldo selisih revaluasi. Penutupan saldo selisih revaluasi tersebut dilakukan terhadap saldo laba ditahan sebagai penyesuaian terhadap pendapatan periode sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan paragraf 84 PSAK 16 Revisi 2007 yang berbunyi:

“Entitas yang sebelum penerapan Pernyataan ini pernah melakukan revaluasi aset tetap dan masih memiliki saldo selisih revaluasi aset tetap, maka pada saat penerapan pertama kali Pernyataan ini harus mereklasifikasi seluruh saldo selisih nilai revaluasi aset tetap tersebut ke saldo laba. Hal tersebut harus diungkapkan”.

Ketentuan lain yang diatur dalam ketentuan transisi PSAK 16 Revisi 2007 adalah mengenai perusahaan yang akan menggunakan model biaya setelah perusahaan tersebut melakukan revaluasi sebelum adanya PSAK 16 Revisi 2007. Berdasarkan ketentuan tersebut, perusahaan atau entitas yang telah melakukan revaluasi terhadap aset tetap yang dimilikinya dan kemudian menggunakan model biaya sebagai pilihan pencatatan aset tetapnya, maka nilai yang dihasilkan dari revaluasi tersebut merupakan biaya perolehan atas aset tetap yang bersangkutan. Biaya perolehan yang dihasilkan dari revaluasi tersebut disebut juga dengan biaya pengganti (deemed cost) yang merupakan nilai pada saat PSAK 16 Revisi 2007 ini diterbitkan.

(sumber : Standar Akuntansi Keuangan. 2007, IAI)