Penggunaan biaya historis sebagai dasar pengukuran dalam perlakuan akuntansi disebutkan memiliki kelebihan dari segi objektivitas Kelebihan dalam segi verifiabilitas tersebut didasarkan pada argumen bahwa pengukuran dengan menggunakan biaya historis lebih mempunyai bukti-bukti yang kuat dalam penentuan nilainya. Bukti-bukti tersebut terutama adalah bukti-bukti yang didapat pada waktu perolehan aset yang dimaksud. Dengan menggunakan biaya historis, aset tetap diakui pada saat perolehannya dengan mencatat sebesar keseluruhan biaya perolehan.
Aset yang dimiliki oleh perusahaan baru dapat digolongkan sebagai aset tetap adalah jika aset tersebut telah memenuhi kriteria untuk diakui sebagai aset tetap seperti halnya yang tercantum dalam PSAK
Kriteria sebuah aset dapat diakui sebagai aset tetap menurut PSAK adalah aset berwujud yang:
(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
(b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Nilai yang dicantumkan sebagai harga perolehan dalam pengukuran aset tetap adalah keseluruhan biaya yang dibutuhkan untuk membuat aset tersebut agar siap digunakan sebagaimana mestinya. Nilai tersebut termasuk harga perolehan dan biaya-
biaya lainnya seperti pemasangan dan pengujian. Untuk aset yang diperoleh melalui pembiayaan utang maka bunga yang dapat diidentifikasikan sebagai bagian dari aset tersebut harus dimasukkan sebagai bagian dari nilai perolehan aset yang bersangkutan.
Aset tetap juga mungkin dapat diperoleh dengan cara lain selain mengeluarkan kas. Cara tersebut adalah pembelian aset tetap dengan instrumen pembiayaan. Instrumen pembiayaan yang dapat digunakan untuk memperoleh aset tetap dapat berupa instrumen utang maupun ekuitas. Sebagai contoh adalah aset tersebut dapat diperoleh dengan mengeluarkan obligasi ataupun mengeluarkan saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Dalam hal ini nilai perolehan aset diukur dengan nilai yang lebih bisa diandalkan antara nilai pasar aset tersebut ataukah nilai wajar instrumen keuangan yang digunakan. Sebagai contoh untuk transaksi perolehan aset dengan perusahaan mengeluarkan sejumlah saham dan pada saat itu diketahui nilai pasar wajar baik untuk saham maupun asetnya. Dalam hal ini nilai pasar wajar saham lebih andal digunakan dibandingkan nilai pasar aset. Aset tersebut kemudian dinilai dengan menggunakan nilai pasar wajar sahamnya.
Cara lain untuk mendapatkan aset adalah dengan melakukan pertukaran aset. Dalam hal terjadi pertukaran aset maka nilai perolehan yang dipakai untuk mencatat aset tersebut pada umumnya adalah nilai pasar wajar aset yang dipertukarkan. Apabila dalam keadaan tertentu nilai pasar wajar atas aset yang dipertukarkan tidak bisa diketahui maka yang digunakan adalah nilai buku dari aset yang dimaksud.
Aset tetap yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk mendukung operasinya selama lebih dari satu periode akuntansi. Untuk kepentingan itu perusahaan akan menentukan masa manfaat dan juga nilai sisa dari aset yang bersangkutan.
Masa manfaat aset adalah berapa lama aset tersebut dapat digunakan oleh perusahaan atau menunjukkan seberapa besar kemampuan yang dimiliki aset tersebut untuk menghasilkan aliran manfaat bagi perusahaan. Penentuan masa manfaat atas sebuah aset merupakan kebijakan perusahaan itu sendiri. Hanya saja penentuan masa manfaat tersebut harus dilakukan sewajar mungkin. Penentuan masa manfaat tersebut dilakukan dengan melihat kondisi aset, aktivitas operasi yang dilakukan, dan pengalaman menggunakan aset lain yang sejenis. Penentuan masa manfaat juga dapat dilakukan dengan menggunakan jasa penilai profesional independen.
Nilai sisa adalah perkiraan nilai dari aset tersebut ketika aset tersebut dianggap tidak lagi mampu memberikan aliran manfaat ekonomisnya lagi kepada perusahaan. Seperti halnya penentuan masa manfaat, penentuan nilai sisa juga merupakan kebijakan perusahaan, yang antara lain juga dapat dilakukan dengan mengunakan jasa penilai profesional dan juga pengalaman menggunakan aset sejenis sebelumnya.
Transaksi lain yang berhubungan dengan pengukuran nilai aset tetap adalah transaksi yang berhubungan dengan perbaikan aset tetap. Tidak semua biaya yang berhubungan dengan perbaikan aset tetap dimasukkan sebagai penambah nilai aset tetap. Biaya perbaikan aset tetap yang dimasukkan sebagai penambah nilai perolehan adalah biaya atas perbaikan yang menambah masa manfaat atas aset tersebut. Jenis perbaikan lain yang tidak menambah masa manfaat dari aset akan diakui sebagai beban operasi periode berjalan.
Pengeluaran yang dilakukan pada saat perusahaan memperoleh aset tetap tidak langsung diakui sebagai beban pada periode berjalan. Pengeluaran atas aset tetap diharapkan memberikan manfaat bagi perusahaan selama lebih dari satu periode. Sehingga sangat tidak wajar jika biaya ata aset tersebut langsung diakui sebagai beban periode berjalan. Untuk memenuhi prinsip kewajaran dan juga penandingan seharusnya pengeluaran atas aset tetap juga diakui pada saat manfaat atas aset tersebut diperoleh pada periode-periode berikutnya.
Aset yang diakui perusahaan sebesar keseluruhan harga perolehannya, baik pada awal perolehan maupun sesudah saat perolehan, akan diakui sebagai beban selama masa manfaatnya. Pengakuan sebagai beban tersebut dilakukan dengan melakukan depresiasi. Jadi perusahaan melakukan perhitungan depresiasi atas aset yang bersangkutan selama masa manfaatnya. Depresiasi itulah yang akan menjadi beban tiap periode dimana perusahaan menggunakan aset tetap. Pada umumnya depresiasi termasuk dalam kategori beban operasi dalam pelaporan keuangan perusahaan. Perkecualiannya adalah depresiasi yang berhubungan dengan aset tetap yang berhubungan langsung dengan aktivitas produksi. Untuk aset tetap yang berhubungan langsung dengan aktivitas produksi depresiasinya dimasukkan ke dalam perhitungan biaya produksi.
Pada umumnya depresiasi hanya dihitung pada akhir periode akuntansi. Tetapi dalam hal tertentu depresiasi juga perlu dihitung walapun bukan pada akhir periode. Contohnya adalah ketika terjadi transaksi yang berhubungan dengan pelepasan aset tetap. Pelepasan aset tetap tersebut misalnya dilakukan berhubungan dengan penjualan aset tetap, pertukaran aset, ataupun penghapusan aset yang tidak digunakan lagi.
Depresiasi yang dihitung oleh perusahaan pada tiap periode akan diakumulasikan (dikumpulkan) dalam akun khusus yang disebut dengan akumulasi depresiasi. Jadi akumulasi depresiasi dapat dikatakan sebagai bagian dari nilai aset tetap yang sudah memberikan aliran manfaat ekonomis dan tidak lagi bisa memberikan tambahan aliran manfaat ekonomis.
Beban depresiasi tersebut akan dilaporkan sebagai beban operasi dalam laporan laba rugi. Akumulasi depresiasi akan dilaporkan di dalam neraca, sebagai pengurang nilai perolehan aset tetap. Nilai perolehan aset tetap dikurangi dengan akumulasi depresiasinya merupakan nilai buku dari aset tetap tersebut.
Berikut adalah neraca parsial yang menggambarkan pelaporan aset tetap dengan model biaya historis:
PT XYZ Neraca Per 31 Desember 20XX Aset Aset Lancar Aset Tetap xxxx Akumulasi Penyusutan Aset Tetap xxxx – Nilai buku aset tetap xxxx |
Nilai buku aset tetap tersebut menunjukkan jumlah nilai aset tetap yang belum didepresiasikan dan nilai sisanya. Nilai tersebut akan didepresiasikan sampai akhir masa manfaatnya sampai akhirnya akan didapatkan nilai sias dari aset tersebut.
Perhitungan depresiasi yang berhubungan dengan beban operasi perusahaan membuat perlakuan terhadap depresiasi berimplikasi langsung dalam perhitungan laba atau rugi perusahaan. Karena berhubungan dengan penentuan laba atau rugi, berarti dapat disimpulkan bahwa perlakuan depresiasi juga perhitungan pajak yang harus dibayar oleh perusahaan.
Dalam kaitannya dengan perhitungan pajak tidak ada masalah dalam perhitungan depresiasi jika perlakuan menurut akuntansi sama dengan perlakuan yang dibolehkan menurut peraturan pajak. Yang akan timbul masalah adalah ketika terdapat perbedaan perlakuan, antara akuntansi dengan perlakuan menurut peraturan pajak. Masalah yang timbul karena perbedaan pengaturan tersebut kemudian akan diselesaikan dengan melakukan rekonsiliasi fiskal.
Ketika berbicara mengenai akuntansi aset tetap dengan biaya historis dan peraturan pajak penghasilan, terdapat beberapa perbedaan yang dapat mendorong perlunya dilakukan rekonsiliasi fiskal. Perbedaan tersebut antara lain ada dalam pengaturan tentang masa manfaat dan nilai sisa aset tetap, serta pemilihan metode depresiasi.
Menurut akuntansi penentuan mengenai masa manfaat dan nilai sisa aset tetap serta pemilihan metode depresiasi bersifat arbitrer. Yang berarti selama diperbolehkan menurut standar perusahaan bebas menentukan masa manfaat dan nilai sisa aset tetap sepanjang batas kewajaran. Sedangkan untuk metode depresiasi perusahaan bebas memilih metode depresiasi yang diperkenankan standar akuntansi selama dilakukan secara konsisten. Perubahan atas penentuan masa manfaat dan nilai sisa aset tetap serta perubahan pemilihan metode depresiasi memerlukan perlakuan akuntansi tersendiri.
Sedangkan menurut peraturan pajak, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan terdapat aturan tersendiri mengenai penentuan masa manfaat dan nilai sisa aset tetap serta pemilihan metode depresiasi. Dalam peraturan pajak telah ditentukan secara spesifik mengenai penggolongan aset tetap dan masa manfaat atas penggunaan aset tetap tersebut. Untuk nilai sisa, di dalam Undang-undang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa tidak ada nilai sisa dalam perhitungan depresiasi menurut peraturan pajak. Untuk metode depresiasi yang diperkenankan dalam peraturan pajak hanya metode depresiasi garis lurus (straight line) dan saldo menurun (declining balance).
Perbedaan Perlakuan Untuk Penyusutan Aset Tetap Menurut Akuntansi dan Pajak |
||
Standar Akuntansi | Peraturan Pajak | |
Masa Manfaat | Arbitrer selama dalam batas kewajaran | Terdapat peraturan khusus mengenai nilai sisa dengan menentukan kategori aset tetap |
Nilai Sisa | Arbitrer selama dalam batas kewajaran | Tidak mengenal adanya nilai sisa |
Metode Depresiasi | Arbitrer selama diperbolehkan dalam standar akuntansi | Hanya memperbolehkan dua metode depresiasi, yaitu metode garis lurus dan saldo menurun |
Melihat adanya perbedaan tersebut sangat mungkin adanya perbedaan perhitungan depresiasi antara akuntansi dan pajak. Rekonsiliasi fiskal akan menyesuaikan perbedaan perhitungan pajak yang disebabkan adanya perbedaan dalam perhitungan depresiasi tiap periode. Dari rekonsiliasi fiskal tersebut dapat diketahui apakah perusahaan menghitung pajaknya terlalu besar atau terlalu kecil. Atau dalam bahasa pajak akan diketahui apakah perusahaan mengalami lebih bayar ataukah kurang bayar.
Didalam akuntansi sendiri rekonsiliasi fiskal akan dapat menimbulkan adanya pajak tangguhan (deferred taxes). Terdapat dua macam deferred taxes, yaitu deferred tax assets dan deferred tax liabilities.
- Deferred tax assets yaitu kelebihan pembayaran pajak. Deferred tax assets dalam konteks penyusutan aset tetap terjadi ketika perhitungan penyusutan menurut standar akuntansi lebih kecil dibandingkan perhitungan penyusutan menurut peraturan pajak.
- Deferred tax liabilities yaitu kekurangan pembayaran pajak. Deferred tax liabilities terjadi ketika perhitungan penyusutan menurut standar akuntansi lebih besar dibandingkan perhitungan penyusutan menurut peraturan pajak.
Deferred tax assets dan deferred tax liabilities akan disajikan di dalam neraca sebagai bagian dari aset lancar dan kewajiban lancar.
(sumber : Standar Akuntansi Keuangan, IAI)
July 15, 2009 at 6:53 am
nanya pak, kenapa tulisan bapak sulit saya pahami..
July 15, 2009 at 7:06 am
umm…
saya jadi bingung njawabnya… 🙂
sebelumnya saya minta maap, apakah anda orang dengan latar belakang pendidikan akuntansi, atau paling tidak pernah belajar akuntansi sebelumnya??
bahasa yang saya gunakan memang banyak istilah akuntansinya…
intinya dari tulisan itu bagaimana pengaruh penggunaan biaya historis dalam pencatatan akuntansi aset tetap, yang antara lain ditinjau dari adanya depresiasi, depresiasi sendiri berhubungan dengan penentuan laba, laba sendiri berhubungan dengan pajak… begitulah… *semoga membantu*
August 21, 2009 at 8:51 am
Dear Pak Asil,
Itu kok susah sekali dimengerti yah?
Saya tidak berlatar pendidikan akuntansi tapi elektronika, pernah belajar akuntansi sebelumnya. Bahasa yang saya gunakan paling banter bahasa C atau PHP.
Tapi tulisannya mantap kok, gimana kalo menulis tentang kimia saja? uhmm redoks, atau Hidrokarbon gitu pak?
Thanks and regards,
ruckuus
August 24, 2009 at 1:07 am
dear pak ruckus…
yah sebenarnya bahasa C pun ada hubungannya ama akuntansi. misalnya pas lagi ga belajar, akibatnya nilai ujian akuntansinya jadi dapat C 🙂
haduh… kimia? sudah lupa tuh… hehehe, udah masa lalu yang kayaknya sangat lalu banget….
thanks dan regard juga ya…
🙂
August 23, 2009 at 5:46 pm
Saya ingin bertanya mas. Saya sedang menyusun analisis kelayakan proyek, didalamnya ada aset mesin (industri) dan bangunan. pertanyaan mengenai masa mafaat dan nilai sisa:
1. apakah masa manfaat 5 thn bagi mesin industri dan 10 thn bagi bangunan pabrik termasuk dalam batas kewajaran?(mnurut:SAK).
2. untuk prediksi cashflow, NPV, Payback period, nantinya apakah sebaiknya menggunakan SAK atau peraturan pajak?
3. Mas punya Referensi valid (buku, dll.)yang bisa membantu?
4. terimakasih berat GBU
August 24, 2009 at 8:52 am
haduh… pertanyaannya kok susah-susah ya… berasa inget pas ujian…
1. kslo setau saya batas kewajaran dalam akuntansi yang dalam hal ini dinyatakan di dalam PSAK tidak pernah menyebutkan secara tertentu mengenai nilai angka. batasannya ya kewajaran itu tersebut. salah satu penjelasannya mungkin adalah sebagai berikut: masa manfaat aset yang anda sebutkan, yaitu 5 tahun untuk mesin dan 10 tahun untuk bangunan bisa dianggap wajar bisa juga tidak. sebagai contoh misalnya bangunan di tempat yang rawan gempa dengan tempat yang tidak rawan gempa tentu akan ditaksir memiliki masa manfaat yang berbeda. salah satu cara yang “mudah” dalam menentukan masa manfaat dari sebuah aset adalah dengan menggunakan jasa penilai independen. cara lain adalah dengan mempelajari pengalaman tahun-tahun sebelumnya. kalo misalnya perusahaan tersebut adalah perusahaan yang baru berdiri bisa belajar dari perusahaan lain yang telah berdiri sebelumnya. penentuan masa manfaat dalam akuntansi setahu saya sifatnya arbitrer. artinya sepanjang sesuai dengan batas kewajaran, hal tersebut tidak jadi masalah. selain itu akuntansi mengenal yang dinamakan dengan perubahan estimasi. jika dirasa kurang wajar, misal sebuah gedung tadinya diperkirakan memiliki masa manfaat 10 tahun, lalu pada tahun ke-9 perusahaan merasa bahwa gedung tersebut masih dapat digunakan selama 6 tahun lagi. ya berarti perusahaan tinggal mengubah masa manfaat aset tetapnya (berhubungan dalam penentuan beban depresiasi).
alternatif lain kalau anda ingin mendapatkan angka yang lebih pasti (secara nominal) anda dapat menggunakan peraturan pajak. pajak telah mengatur secara lebih spesifik tentang masa manfaat suatu aset tetap.
2. saya agak bingung dengan pertanyaan ini. apakah yang anda maksud dalam perhitungan beban depresiasi atau seperti apa? kalo perhitungan cashflow, NPV, ama payback period sendiri kan ga berhubungan dengan PSAK maupun peraturan pajak. kecuali ketika kita membicarakan tentang perhitungan depresiasi (sebagai salah satu komponen perhitungan NPV dan payback period).
3. wah buku referensi berhubungan dengan apa ni? dengan aset tetap, NPV, payback period?? kalo saya tangkap sepertinya yang lebih anda butuhkan adalah buku manajemen keuangan, yang antara lain tentang perhitungan keuntungan suatu proyek. seinget saya selian NPV, payback period, masih ada metode lain yang bisa digunakan. dan itu dibahas dalam manajemen keuangan tersebut. kalau yang khusus tentang depresiasi saya belum sempat menemukan bukunya, karena setahu saya hampir semua buku akuntansi membahas tentang tema tersebut.
4. sama2. semoga membantu…
October 8, 2009 at 1:48 am
Sil..kalo untuk Aset Tetap Pemerintah Pusat…penilainnya lebih baik pake Nilai Historis ato Nilai Wajar..?!!!!Tolong dung Sil buat yang Aset Tetap Pemerintah??!!!!
October 12, 2009 at 9:58 am
maaf mas pono… kemaren kelupaan je. nunda2 buat mbales malah akhirnya kelupaan.
penilaian yang mana ni. kan pada dasarnya penilain ada dua kali. yaitu penilaian pada saat perolehan awal dan penilaian sesudah perolehan awal.
kalo pada saat perolehan awal semua aset tetap diakui sesuai harga perolehannya, kecuali dalam hal harga perolehan tidak bisa diakui, misal aset tetap yang diperoleh dari hibah, rampasan, maka yang dipakai adalah harga wajarnya. harga wajar juga digunkan ketika aset tetap tersebut diperoleh sebagai secara gabungan.
untuk penilaian setelah perolehan (subsequent measurement) pada intinya yang dipakai adalah nilai historis (nilai buku dikurangi dengan akumulasi penyusutan (untuk aset tetap yang dapat disusutkan)), tetapi penilaian kembali dengan nilai wajar juga sangat dimungkinkan.
kalo bagi aku sendir mungkin lebih setuju dengan penggunaan nilai historis bagi aset tetap pemerintah. karena pada dasarnya penerapan nilai wajar tidak memberi pengaruh yang banyak terhadap pemerintah. tetapi dalam hal terdapat perbedaan yang sangat besar antara nilai buku dengan nilai wajar maka penilaian kembali tetap diperlukan. jadi menurutku lagi jawabannya tidak bisa langsung pilihan antara nilai historis atau nilai wajar.
😀
October 13, 2009 at 10:45 pm
Okay PAk Asil…terimakasih…Namun sebetulnya yang saya maksudkan adalah penialian setelah perolehan..Dalam hal pemerintah melakukan Inventarisasi atau penataan ulang Aset Tetap mereka…APakah mesti direvaluasi atau dihitung saja nilai sekarang dengan menggunakan nilai buku (Nilai HIstoris – Depresiasi)..????
KAlau memang memakai Nilai Historis..Pengaruh yang cukup besar dalam LKPP apaan PAk??Coz…menurut Bapak tadi kalau menggunakan nilai wajar tidak banyak pengaruhnya..??!!!Mungkin bisa dihubungkan dengan Keandaalan dan Relevansi nilai Aset Tetap tersebut????
Terimakasih sekali atas jawabannya sekali lagi…?!!!
GUD LUCK!!!
October 16, 2009 at 3:29 am
pertanyaan bung ponce menimbulkan pertanyaan juga sebagai jawabannya. maksud aku gini. inventarisasi tersebut dilakukan dalam langka penyusunan neraca awal atau seperti apa. maksudnya apakah aset tetap tersebut sebelumnya sudah dicantumkan di dalam neraca atau belum.
untuk penilaian aset di dalam neraca awal sesuai SAP maka nilai yang digunakan adalah nilai wajar. dasar pertimbangannya si sebenarnya logis. penyusunan neraca awal pemerintah indonesia kalo ga salah baru mulai 2004. padahal banyak bangunan pemerintah yang sudah ada jauh sebelum tahun 2004. tentunya bisa dikatakan sangat tidak wajar kalau kita menggunakan nilai historis dari aset tetap tersebut, selain tentunya karena dokumen pendukungnya juga sudah susah untuk ditelusuri.
dan setau aku salah satu penyebab diberikannya opini disclaimer terhadap LKPP (4 tahun berturut2 ya?) yaitu penilaian aset yang masih belum memadai. aku sendiri tidak begitu memahami tentang kriteria memadai disitu. hanya saja yang pernah aku dengar salah satunya adalah penilaian aset tetap pada saat penyusunan neraca awal masih belum sepenuhnya menggunakan nilai wajar.
nah jawabanku pada komen sebelumnya adalah pendapat pribadi yang intinya juga sama dengan yang ada di SAP. menurutku, untuk pengukuran setelah perolehan awal (subsequent measurement) dan bukan pengukuran awal aset tetap pemerintah lebih baik menggunakan nilai historis. kalo untuk pengukuran awal kan emang ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan kita menggunakan nilai perolehan (historis), makanya disitulah nilai wajar digunakan.
untuk yang subsequent measurement salah satu pertimbangannya adalah di SAP pun tidak dianjurkan (tetapi bukan berarti tidak diperbolehkan) untuk menggunakan penilaian kembali (revaluasi), yang dalam hal ini berbeda dengan PSAK. selain itu menurutku penggunaan nilai wajar dalam penilaian setelah perolehan awal atas aset tetap pemerintah tidak terlalu berpengaruh bagi pemerintah. berbeda dengan perusahaan komersil, yang menggunakan penilaian aset tetap tersebut untuk berbagai macam tujuan, misal “memperbagus laporan keuangan”, tujuan pajak (lewat beban depresiasi).
October 18, 2009 at 10:02 am
walaupun belum baca yang penting komen dulu,
soalnya buru2 sih mas,
ku bakil (baca kilat), oke lah…
saya tunggu tulisan berikutnya,,,,
October 19, 2009 at 12:54 am
terima kasih sudah berkunjung…
monggo silahkan dinikmati… 😀
October 19, 2009 at 6:32 am
tanya ni pak,
saya rada kurang memahami tulisan bapak. mungkin harus di baca berulang-ulang kali yaaa?? Singkatnya yang merupakan aset perusahaan itu contohnya apa sih pak? apakah aktiva tetap dikurang penyusutan begitu???
thanks b’4
October 19, 2009 at 8:01 am
hehe… mungkin juga kayak gt ya… 😀
waduh kalo mau singkat yang namanya aset tu ya yang digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. kalau di perusahaan jual beli ya barang yang diperjualbelikan, kalo perusahaan otobis ya mungkin bis ya digunakan untuk usaha. dan yang paling gampang ya kas atau uang tunai. itu kalau hanya sekedar aset. kalau aset tetap definisinya lebih sempit lagi.
kalo untuk penyusutan justru itu yang saya bahas. dengan menggunakan biaya historis penyajian aset tetap adalah dengan menggunakan nilai bukunya. dimana nilai buku tersebut adalah nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
semoga membantu
October 27, 2009 at 3:51 pm
maaf, mau nanya, sebuah benda seni atau barang seni, nilainya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Apakah pengukuran nya msi relevan dengan menggunakan historical cost? Trimksi bynk..
October 30, 2009 at 1:36 am
waduh…
jujur secara pribadi saya juga belum menemukan jawabannya berdasarkan standar akuntansi yang ada. tapi saya akan mencoba menjawabnya dengan menggunakan pemahaman sebagai berikut…
dilihat dulu benda seni tersebut dikategorika sebagai apa. maksud saya kalo benda seni tersebut dikategorikan sebagai persedian dengan benda seni tersebut dikategorikan sebagai aset tetap tentu membutuhkan perlakuan yang berbeda. tentang penentuan sebagai persediaan ataukah sebagai aset tetap secara sederhana dapat dilihat dari tujuan penggunaannya. kalau benda seni tersebut diperoleh untuk tujuan diperjualbelikan kembali tentunya lebih cocok kalau diperlakukan sebagai persediaan. tetapi selama benda seni tersebut tidak untuk tujuan diperjualbelikan dia bisa dikategorikan sebagai aset tetap, dan pelakuannya sesuai dengan PSAK 16 tentang Aset Tetap…
November 15, 2009 at 3:51 pm
Pak, saya mau tanya, dalam tugas kuliah saya mengenai manajemen pajak, saya disuruh untuk menjadi manajer pajak yang mempresentasikan strategi yang diterapkan dalam manajemen pajak dalam hal melakukan pengehamatan dalam jumlah pajak yang diabayar oleh perusahaan.
lalu ada koreksi fiskal untuk beban depresiasi sejumlah Rp 25jt,
perbedaan beban depresiasi disebabkan perbedaan masa manfaat.
Penjelasan lebih lanjut tentang hal tersebut bagaimana ya pak?
November 23, 2009 at 2:38 pm
dasar pemahaman yang paling mudah menurut saya adalah kita harus tahu bahwa terdapat perbedaan prinsip dalam perhitungan pajak menurut akuntansi dan pajak menurut peraturan pajak. tidak semua berbeda si, tetapi khusus untuk aset tetap terdapat beberapa perbedaan. perbedaan tersebut antara lain menyangkut pemilihan metode yang digunakan dalam depresiasi, nilai sisa suatu aset, serta penentuan masa manfaat. secara akuntansi secara tidak langsung kita memuja-muja mengenai “arbitrer-isme”. yang secara kasarnya sepanjang hal tersebut masih wajar maka diperbolehkan oleh akuntansi. berbeda dengan pajak, terdapat peraturan yang lebih saklek. misal hanya mengenal du metode penyusutan yaitu garis lurus dan saldo menurun serta tidak mengenal nilai sisa. untuk masa manfaat pajak menggolongkan aset tetap kedalam beberapa golongan. dan masing-masing mempunyai masa manfaat sendiri2.
jika perusahaan mempunyai kebijakan akuntansi yang berbeda dengan peraturan pajak (tetapi tetap sesuai dengan standar akuntansi), hal tersebut tetap diperbolehkan. penghubung atas perbedaan tersebut adalah apa yang dinamakan dengan rekonsiliasi fiskal. dari rekonsiliasi fiskal dapat diperoleh mengenai pajak tangguhan dari perusahaan yang bersangkutan…
oh iya untuk masa manfaat menurut pajak seinget saya ada di pasal 11 UU PPh
March 25, 2010 at 2:40 pm
mau nanya pak….
kalo cara menghitung nilai sisa buku itu sendiri gmn pak???
apakah berdasarkan perkiraan atau taksiran saja?atau ada perhitungan tertentu???
trus untuk menghitung amortisasi pda pajak apakah benar tidak ada nilai sisa buku nya? kan menurut tulisan bapak pada tabel diatas “tidak mengenal nilai sisa”
March 26, 2010 at 3:14 am
maksudnya menentukan nilai sisa? anda sudah menjawabnya sendiri. kalo sejauh yang pernah saya pelajari penentuan nilai sisa sifatnya hanya berdasaran perkiraan atau taksiran. tetapi tentu saja perkiraan atau taksiran tersebut bukan semata-mata asal perkiraan atau taksiran. tetapi perkiraan atau taksiran yang ada dasar ilmiahnya. maksud saya perkiraan tersebut misalnya didasarkan pada perkiraan harga jual aset tersebut setelah masa manfaatnya habis. karena setelah masa manfaat dari aset tersebut habis kan bukan berarti tidak bernilai lagi. nah nilai sisa tersebut bisa saja dari perkiraan nilai jual aset setelah masa manfaatnya habis.
amortisasi apa dulu ni? kalo untuk aset tetap setau saya emang tidak mengenal nilai sisa dalam perhitungan depresiasi menurut aturan pajak. sekali lagi itu adalah menurut aturan pajak yang berbeda dengan aturan dalam standar akuntansi. tetapi amortisasi setau saya kan untuk aset tidak berwujud. dan jujur saja saya kurang memahami untuk perlakuan pajak atas aset tidak berwujud. saya tidak janji, tetapi mungkin nanti kalau saya sempat membaca dan menuliskannya akan saya posting di blog ini.
semoga membantu… 😀
August 21, 2010 at 2:28 pm
mau nanya pak,
kalau saya ingin menjual saham saya disuatu perusahaan CV tetapi pada saat itu aset tetapnya sudah hampir habis disusutkan namun keberadaan asetnya msh ada & msh dipakai(cth: kondisi fisik bangunan 85%,kendaraan klu dijual hrgnya sdh lbh tinggi dr harga beli.Pertanyaan saya:
1.Apakah saya harus/bisa menghitung ulang lagi nilai aset tersebut sehingga bisa dinilai kembali,
2.Adakah peraturan tertulis atas penilaian kembali aset baik dr kebijakan akuntansi/perpajakan?sehingga pada saat saya mengajukan penilaian saya punya materi pendukung secara tertulis
Trima kasih sebelumnya.
November 15, 2010 at 9:58 am
kalau perusahaan menggunakan bangunan dengan nilai sisa 1 milyar… bangunan tersebut dihancurkan untuk membangun gedung baru dengan nilai proyek sebesar 10 milyar… nilai perolehan gedung baru tersebut apakah 10 milyar atau 11 milyar ?
March 6, 2011 at 2:11 pm
sebenarnya agak lari dari pembahsan, tp dari td sya cari gak dapat, moga aja bapak dapt mnjwbnya..
ini loh pak,
ada gak peraturan tertulis atau pun tidak tertulis dalam menentukan pilihan pengukuran dan metode pelaporan ??
March 6, 2011 at 2:12 pm
sebenarnya agak lari dari pembahsan, tp dari td sya cari gak dapat, moga aja bapak dapt mnjwbnya..
ini loh pak,
ada gak peraturan tertulis atau pun tidak tertulis dalam menentukan pilihan pengukuran dan metode pelaporan ??
trimakasih pak…
September 2, 2011 at 12:58 am
mau tanya dong
selain uang yang dimaksud modal/aset itu apa aja si?
apakah market jg termasuk aset.
November 25, 2011 at 5:37 am
maaf, saya ingin tahu apa perbedaan metode pencatatan aset debfab netode historis dan metode nilai wajar?
terimakasih 🙂
November 29, 2011 at 9:43 am
saya ingin bertanya tentang perlakuan secara akuntansi mengenai biaya pengecatan gedung perusahaan apakah bisa di masukkan sebagai asset atau hanya sebagai maintenance building saja. apabila nilanya lumayan besar?…dan apakah bisa di prepaid untuk beberapa bulan kemudian jika di jadikan sebagai biaya maintenance..
terima kasih pak
May 31, 2012 at 3:28 am
salam…saya mau nanya pak.. saya baru bekerja dilembaga sosial.. trus lembaga mau pesan software untuk program akuntansi biayanya kira-kira sekitar Rp. 7 jt dan beli program SMS Gateway dan modem biayanya habis 1,5 jt dengan nilai lumayan besar kira-kira harus saya catat sebagai biaya operasional apa aset…. terima kasih jawabannya pak
December 13, 2012 at 8:31 am
Saya mau tanya apakah bapak punya referensi
Saya sedang skripsi, judulnya ” perlakuan akuntansi aktiva tetap terhadap metode penyusutan dan opini audit”
April 20, 2013 at 1:35 am
Maaf pa mau tanya cara perhitungan nilai sisa asset tetap???
July 22, 2017 at 2:28 pm
maaf pak boleh saya minta email bapak agar saya bisa berkonsultasi secara pribadi pak…
terimakasih
November 7, 2017 at 3:29 am
boleh. ke asil.arwan@gmail.com ya